Mungkin
ada jutaan manusia yang berpikir, merasa, dan yakin bahwa di dalam dirinya
tidak ada keunggulan, bakat, atau kelebihan apapun yang pantas diandalkan. Isi
pikiran, isi perasaan, dan isi keyakinan semacam itu, entah kita sadari atau
tidak, lama kelamaan membentuk sebuah kesimpulan di dalam batin, membentuk
citra diri, membentuk opini tentang diri, membentuk defenisi diri yang kita
ciptakan sendiri tentang diri kita.
Rasa percaya diri adalah satu diantara aspek-aspek
kepribadian yang penting
dalam
kehidupan manusia. Rasa percaya diri sangat membantu manusia dalam
perkembangan
kepribadiannya. Karena itulah rasa kepercayaan diri sangat dibutuhkan manusia
dalam menjalani hidupnya.
Inferioritas merupakan
kebalikan dari superioritas (rasa percaya diri yang
terlalu
tinggi). Inferioritas itu adalah minder atau rasa rendah diri. Inferioritas
adalah
perasaan
yang relatif tetap (persistent) tentang ketidakmampuan diri atau munculnya
kecenderungan
untuk merasa kurang atau menjadi kurang sehingga tidak bisa
menunjukkan
kebolehannya secara optimal.
Inferiority
feelings adalah kata lain dari banyak istilah dalam psikologi yang kemudian
masuk menjadi kata sehari-hari pada bahasa Inggris. Kata tersebut diperoleh
dari pendekatan Adler mengenai kepribadian. Memang, hal itu adalah inti dari
pendekatannya. Perasaan umum menyangkut inferioritas, yang Adler percaya,
adalah selalu ada dan vital sebagai kekuatan penentu dalam tingkah laku. “untuk
menjadi manusia,” tulisnya, “berarti merasakan dirinya inferior.” Jadi,
inferior adalah kondisi yang umum bagi semua orang, dan seperti yang telah
diketahui, bukanlah merupakan satu tanda kelemahan atau abnormalitas.
Semua
kemajuan manusia, pertumbuhan, dan perkembangan dihasilkan dari usaha untuk
mengkompensasi inferioritas seseorang, apakah inferioritas tersebut adalah nyata
atau hanya imajinasi. Sepanjang kehidupan individu, seseorang dimotivasi oleh
kebutuhan untuk mengatasi perasaan inferioritas ini dan untuk berusaha untuk
ketingkat perkembangan yang lebih tinggi. Menurut Adler proses tersebut dimulai
pada masa bayi. Bayi kecil dan tidak berdaya, sepenuhnya bergantung pada orang
dewasa. Adler merasa bahwa bayi menyadari dari ketergantungannya terhadap
tenaga dan kekuatan yang lebih besar dari orang tuanya; bayi menyadari
ketidakmungkinannya untuk menahan dan menantang kekuatan tersebut. hasilnya, bayi
membangun perasaan inferior letergantungan pada orang yang lebih besar, lebih
kuat di lingkungannya. , dimana, bagi bayi, dimanapun sama saja: lemah dan
tergantung pada orang dewasa.
Penting
untuk dipahami bahwa perasaan inferior itu tidak dapat dihindari. Inferioritas
memberikan motivasi terbesar untuk berusaha, untuk tumbuh, agar lebih maju dan
sukses. Semua kemajuan dan peningkatan dihasilkan dari usaha mengkompensasi
perasaan inferior ini. Hal itu sangat berharga dan berguna.
Apa
yang terjadi bila anak tidak mampu untuk mengkompensasi perasaan
inferioritasnya? Ketidakmampuan mengatasi perasaan inferior akan menguat dan
sering terjadi dan perasaan ini membawa pada kompleks inferioritas. Adler
menjelaskan kondisi ini sebagai “ketidakmampuan untuk mengatasi masalah-masalah
hidup,” dan dia menemukan kompleks semacam itu pada masa kanak-kanak dari
banyak orang dewasa yang datang padanya untuk pengobatan. Kompleks inferioritas
dapat bersumber dari tiga hal: melalui inferioritas organis, melalui memanjakan,
dan melalui pengabaian.
Investigasi
mengenai inferioritas organis merupakan usaha pertama Adler yang dilakukan saat
ia masih bersama Freud. Adler mengatakan bahwa cacat organ atau bagian tubuh
mempengaruhi perkembangan personal melalui usaha seseorang untuk
,mengkompensasi cacat atau kelemahan, seperti yang Adler lakukan untuk
mengkompensasi penyakit rakhitisnya yang merupakan inferioritas organis pada
masa kecilnya.
Memanjakan
anak juga dapat membawa pada kompleks inferioritas. Anak yang dimanjakan tentu
daja merupakan pusat perhatian di rumah, dimana setiap keinginannya dipenuhi
dan sedikit yang diabaikan. Dibalik persoalan anak yang secara alami membangun
pemikiran bahwa dia adalah orang yang paling penting dalam setiap situasi dan
orang lain harus menurut padanya.
Anak
manja memiliki sedikit, jika ada, perasaan sosial dan sangat tidak sabaran
dengan orang lain. Anak manja juga tidak dapat mengatasi kesulitan atau
menyesuaikan diri dengan orang lain. Bila berhadapan dengan rintangan untuk
mendapatkan kesenangan, mereka percaya bahwa ketidakmampuan mereka yang
menghalangi mereka. Oleh karena itulah kompleks inferioritas berkembang.
Adalah
mudah untuk dipahami bagaimana anak yang diabaikan –seseorang yang tidak
diinginkan atau ditolak- dapat mengembangkan kompleks inferioritas. Masa bayi
dan masa kanak-kanak mereka ditandai dengan kurangnya cinta dan rasa aman,
dikarenakan orang tua yang acuh tak acuh atau bahkan orang tua yang memiliki
rasa permusuhan. Hasilnya, anak dapat mengembangkan persaan tidak berharga
–bahkan kemarahan- dan melihat semua orang dengan ketidakpercayaan.
Sumber
apapun dari perasaan inferioritas, seseorang dapat berkencenderungan untuk
mengkomponsasi, dan juga mengembangkan apa yang disebut kompleks superioritas.
Berjuang
untuk Superioritas
Melalui
istilah “Berjuang untuk Superioritas” Adler tidak mengartikan bahwa setiap
orang dari kita berjuang untuk berada diatas posisi atau wibawa orang lain.
Adler sering menggunakan kata perfeksion sebagai sinonim dari
superioritas. Orang-orang berjuang untuk perfeksion (kesempurnaan) yang mana
Adler juga menjelaskannya lebih lanjut seperti penguasaan, berjuang untuk naik,
peningkatan, sebuah usaha bergerak dari bawah keatas, atau pendorong dari minus
ke plus.
Peningkatan
besar ini setara dengan pertumbuhan fisik dan merupakan bagian dari hidup.
Setiap hal yang kita lakukan mengikuti dorongan dan tujuan dari perjuangan yang
terjadi secara konstan ini. Kita tak pernah lepas darinya karena perjuangan
adalah hidup itu sendiri. Setiap hal diperjuangkan untuk memperoleh
Superioritas ini, untuk perfeksion. Menggunakan teori evolusi Darwin, Adler
mengatakan bahwa semua hidup mengekspresikan drinya sebagai pergerakan konstan
menuju tujuan pemeliharaan dan peningkatan individu dan spesies. Dan tujuan ini
dicapai dengan beradaptasi dan penguasaan terhadap lingkungan.
Dibandingkan
Freud yang melihat tingkah laku manusia secara kaku ditentukan oleh dorongan
fisiologis dan pengalaman masa anak-anak, Adler melihat bahwa motivasi adalah
istilah dari harapan untuk masa depan.
Kemudian,
semua proses psikologis dan fenomena dapat dijelaskan dengan konsep finalism oleh
Adler –pikiran bahwa kita punya tujuan utama, keadaan akhir dari suatu
keberadaan, dan kecenderungan sekarang-selamanya ataukebutuhan untuk bergerak
dalam tujuan itu. Ada aspek penting dalam pernyataan tentang finalism; tujuan
yang kita capai sebagai individual bukanlah merupakan aktualita tapi lebih pada
potinsialitas. Ita berjuang untuk cita-cita yang ada dalamdiri kita secara
subyektif.
Adler
berpendapat bahwa tujuan keseluruhan kita adalah sebuah keinginan fiktif yang
tak dapat diuji dengan realita. Dia juga menambahkan kita hidup dikelilingi
oleh khayalan tersebut. Kita boleh saja percaya bahwa semua manusia diciptakan
sama atau bahwa semua manusia pada dasarnya baik, dan cita-cita mempengaruhi
cara kita merasa dan berinteraksi dengannya disekeliling kita.
Kemudian
kita punya konsep Adler mengenai Fictional Finalism –tentang
pemikiran fiktif (tidak nyata) mengarahkan tingkah laku kita-. Ada banyak
pemikiran fiktif yang dengannya kita menuju jalan hidup kita, tetapi yang
paling umum adalah keinginan tentang perfeksionisme. Gambaran terbaik mengenai
keinginan ini yang dikembangkan dari keberadaan manusia adalah konsep tentang
Tuhan.
Ada
dua poin tambahan mengenai berjuang untuk superioritas. Pertama hal itu
berfungsi untuk meningkatkan tegangan. Berlawanan dengan Freud, Adler tidak
melihat motivasi tunggal kita sebagai pereduksi tegangan dan pemeliharaan agar
tetep netral. Berjuang untuk superioritas (yang berkorelasi dengan kata
meningkat, lebih, maju) membutuhkan pengeluaran energi dan usaha yang besar.
Adler merasa bahwa manusia ingin melawan stabilitas dan keadaan yang tenang.
Kedua,
berjuang untuk superioritas dimiliki oleh individu dan masyarakat. Adler
menganggap bahwa manusia sangat sosial. Kita berjuang untuk superioritas tidak
hanya sebagai diri sendiri tapi juga sebagai bagian masyarakat. Adler melihat
antara individu dan masyarakat tergantung dan berhubungan dekat, jadi manusia harus
berfungsi secara konstruktif dengan orang lain demu kebaikan bersama.