1. Pengertian ADHD
Anak ADHD atau disebut juga anak hiperaktif adalah anak yang
mengalami gangguan pemusatan perhatian.
Kondisi ini juga disebut sebagai gangguan hiperkinetik, yaitu suatu gangguan pada anak yang timbul pada masa
perkembangan dini sebelum
anak berusia tujuh
tahun, dengan ciri utama tidak mampu memusatkan perhatian (inatentif), hiperaktif, dan impulsif.
Ciri perilaku ini mewarnai berbagai situasi dan dapat berlanjut sampai dewasa
(Davidson, Neale, dan Kring, 2006).
Sedangkan menurut Kauffman & Landrum (2009) ADHD adalah gangguan perkembangan attention dan activity
yang terbukti pada usia dini secara relatif (sebelum usia tujuh atau delapan),
berlanjut sepanjang kehidupan, mencakup kemampuan akademis dan sosial, serta
seringkali diikuti dengan jenis gangguan lainnya.
ADHD tidak memiliki simtom fisik yang dapat
dilihat melalui X-ray atau tes laboratorium, melainkan hanya dapat
diidentifikasi melalui karakteristik perilaku yang beragam dari anak ke anak
(beragam karena ADHD merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan
beberapa pola perilaku dengan penyebab yang berbeda). Karakteristik utama pada
anak-anak dengan ADHD adalah intattention
(tidak dapat fokus, ceroboh), hyperactivity
(terus menerus bergerak), dan implusivity
yaitu bertindak tanpa berpikir (Munden & Arcelus, 1999). Mereka
seringkali dijuluki motorically driven
dan sulit mengalami permasalahan serius dalam hal duduk dengan tenang seperti
di dalam ruangan kelas. Maka dari itu mereka memiliki prestasi akademis yang
buruk di sekolah padahal inteligensi atau nilai IQ mereka normal atau bahkan
dapat melebihi rata-rata (Morrison, 1995).
Pada pergaulan (peer group context), mereka merupakan
anak yang tidak populer dan memiliki reputasi buruk karena selalu berperilaku
kasar baik secara fisik maupun perkataan terhadap rekan sebayanya; terutama
jika keinginannya tidak terpenuhi (Kauffman & Landrum, 2009). Hal ini
membuat mereka menjadi sumber kesulitan bagi mereka sendiri dan orang lain
sekitarnya baik di lingkungan rumah (bagi orangtua, saudara) maupun di
lingkungan sekolah yaitu guru dan rekan sebaya (Mash & Wolfe, 2010).
Namun perlu diketahui bahwa
terdapat kemungkinan perilaku-perilaku tersebut dapat berkurang seiring menuju
usia remaja. Di sisi lain terdapat pula remaja yang masa kecilnya terdiagnosa ADHD
yang mengkonsumsi obat-obatan atau memiliki perilaku negatif lainnya. Alhasil
ketika memasuki usia dewasa mereka dapat memiliki masalah interpersonal,
alkohol (atau penggunaan obat-obatan), gangguan kepribadian, konsentrasi, tidak
teorganisir, impulsive, labil,
terlalu banyak bergerak, cepat bereaksi, dan stres (Mash & Wolfe, 2010).
Kesimpulannya, ADHD adalah suatu gangguan pada anak yang
timbul pada masa perkembangan dini sebelum anak berusia tujuh tahun, dengan ciri utama tidak mampu memusatkan perhatian (inatentif), hiperaktif, dan impulsif serta dapat berlanjut sampai dewasa yang mencakup
kemampuan akademis dan sosial.
2. Kriteria ADHD
Anak-anak dengan ADHD biasanya menampakkan perilaku yang dapat dikelompokkan dalam dua kategori utama, yaitu kurangnya kemampuan memusatkan perhatian atau deficit
attention dan hiperaktivitas-impulsivitas
(Davidson, Neale, dan Kring, 2006).
Kekurangan dalam atensi atau kemampuan dalam memusatkan perhatian muncul dalam perilaku seperti berikut :
a. Ketidakmampuan
memperhatikan detil atau melakukan kecerobohan dalam mengerjakan tugas, bekerja, atau aktivitas
lain.
b. Kadang terlihat tidak perhatian ketika
berbicara dengan orang lain.
c. Tidak mengikuti perintah dan kegagalan
menyelesaikan tugas.
d. Kesulitan mengorganisasikan tugas dan
aktivitas.
e. Kadang menolak, tidak suka, atau enggan
terlibat dalam tugas yang memerlukan
proses mental yang lama, misalnya tugas sekolah.
f. Sering kehilangan barang miliknya.
g. Mudah terganggu stimulus dari luar.
h. Sering lupa dengan aktivitas sehari-hari.
Sedangkan perilaku hiperaktivitas-impulsivitas
sering muncul dalam perilaku
sebagai berikut
a. Gelisah atau sering menggeliat di tempat duduk.
b. Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau situasi lain dimana
seharusnya duduk tenang.
c. Berlari berlebihan atau memanjat yang tidak
tepat situasi (pada remaja
atau dewasa terbatas pada perasaan tidak dapat tenang/gelisah).
d. Kesulitan bermain atau terlibat dalam
aktivitas yang menyenangkan.
e. Seolah selalu terburu-buru atau bergerak terus
seperti mesin.
f. Berbicara terlalu banyak.
g. Sering menjawab pertanyaan sebelum selesai
diberikan (impulsivitas).
h. Kesulitan menunggu giliran (impulsivitas).
i. Menyela atau memaksakan pendapat kepada orang
lain (impulsivitas).
Dan terkadang gejala tersebut juga diikuti oleh perilaku agresivitas
dalam bentuk seperti berikut :
a. Sering mendesak, mengancam, atau mengintimidasi orang lain.
b. Sering memulai perkelahian.
c. Menggunakan senjata tajam yang dapat melukai
orang lain.
d. Berlaku kasar secara fisik terhadap orang
lain.
e. Menyiksa binatang.
f. Menyanggah jika dikonfrontasi dengan
korbannya.
g. Memaksa orang lain melakukan aktivitas seksual.
Sementara menurut DSM-IV-TR dalam Davidson, Neale, dan Kring (2006), definisi
ADHD terdiri dari beberapa
karakteristik, yaitu dimana karakteristik pertama mempunyai dua kategori yang salah satunya saja dapat memenuhi
kriteria gangguan ADHD sebagai berikut :
a.
Pertama, memenuhi enam
atau lebih gejala kurangnya pemusatan perhatian paling tidak
selama enam
bulan pada tingkat mengganggu dan tidak sesuai dengan
tingkat perkembangan; kedua, memenuhi enam
atau lebih gejala hiperaktivitas-impulsivitas paling tidak selama enam bulan pada tingkat mengganggu dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan.
b. Gejala kurangnya pemusatan perhatian atau
hiperaktivitas-impulsivitas
muncul sebelum usia tujuh tahun.
c. Gejala-gejala tersebut muncul dalam dua setting atau
lebih (di sekolah,
rumah, atau pekerjaan).
d. Harus
ada bukti nyata secara klinis adanya gangguan dalam fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan.
e.
Gejala
tidak diikuti dengan gangguan perkembangan pervasive, skizofrenia, atau gangguan psikotik lainnya
dan tidak dilihat bersama dengan
gangguan mental lain (gangguan suasana hati, gangguan kecemasan, atau gangguan kepribadian).
Kesimpulannya, kriteria gangguan ADHD antara lain memenuhi
enam atau lebih gejala pemusatan perhatian atau hiperaktivitas-impulsivitas,
muncul sebelum berusia tujuh tahun dan dalam dua setting atau lebih, harus ada bukti nyata secara klinis adanya
gangguan dalam fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan, dan tidak diikuti
dengan gangguan perkembangan pervasive,
skizofrenia, atau gangguan psikotik lainnya.
3. Tipe-Tipe ADHD
Karena gejala ADHD bervariasi, DSM-IV-TR dalam
Davidson, Neale, dan Kring (2006) mencantumkan tiga subkategori, yaitu sebagai
berikut :
a. Tipe
Predominan Inatentif (ADHD-PI)
Seorang anak dapat didagnosis
dengan ADHD-PI jika terdapat enam atau lebih gejala inattention, namun terdapat lebih sedikit dari enam gejala hyperactivity-impulsivity. Anak dengan ADHD-PI
dideskripsikan jarang mengantuk dan jarang melamun. Mereka juga memiliki
kemungkinan untuk mengalami learning
disability, proses informasi yang lambat, sulit mengingat hal,
memperlihatkan pencapaian akademis yang rendah, dan lambatnya kecepatan dalam
berpikir.
b. Tipe
Predominan Hiperaktif–Impulsif (ADHD-HI)
Seorang anak dapat didagnosis
dengan ADHD dengan sub-tipe ini jika ditemui
terdapat enam atau lebih gejala hyperactivity-impulsivity,
namun terdapat lebih sedikit dari enam gejala inattention. Anak dengan ADHD-HI menunjukkan permasalahan dalam
mengendalikan perilaku yang terus-menerus. Mereka bersifat agresif, membangkak,
ditolak rekan sebaya, diskors dari sekolah, dan ditempatkan di kelas akademis
khusus. Sub-tipe ini adalah tipe yang paling jarang ditemukan. Biasanya terjadi
pada anak-anak pra-sekolah.
c. Tipe
Kombinasi (ADHD-C)
Seorang anak dapat didagnosis dengan ADHD
dengan sub-tipe ini jika memiliki enam atau lebih gejala inattention dan enam atau lebih
gejala hyperactivity-impulsivity. Sama
seperti ADHD-HI, anak dengan ADHD-C juga menunjukan permasalahan dalam
mengendalikan perilaku yang terus-menerus. Mereka bersifat agresif, membangkak,
ditolak rekan sebaya, diskors dari sekolah, dan ditempatkan di kelas akademis
khusus. Anak dengan ADHD-C adalah jenis sub-tipe yang paling sering dirujuk untuk
mendapatkan penanganan profesional karena secara kriteria sub-tipe ini mencakup
simtom yang paling banyak dari kedua dimensi yang ada.
Kesimpulannya, ada tiga
tipe ADHD yaitu tipe predominan inatentif yang terdapat enam atau
lebih gejala inattention namun
terdapat lebih sedikit dari enam gejala hyperactivity-impulsivity,
tipe predominan hiperaktif – impulsif yang terdapat enam atau lebih gejala hyperactivity-impulsivity namun terdapat
lebih sedikit dari enam gejala inattention,
dan tipe kombinasi yang memiliki enam atau lebih gejala inattention dan enam atau lebih
gejala hyperactivity-impulsivity.
4. Penyebab ADHD
Oleh karena ADHD adalah gangguan
kompleks dan kronis yang melibatkan mekanisme genetik, saraf, kognitif, dan
perilaku, maka penjelasan yang berfokus pada satu perspektif tidak akan dapat
menjamin pemahaman akan ADHD. Pada prinsipnya tidak terdapat satu pun teori
yang dapat menjelaskan ADHD secara komprehensif (Mash & Wolfe, 2010).
Terlebih lagi ADHD dapat disebabkan oleh lebih dari satu faktor. Berikut
berbagai teori penyebab ADHD :
a. Fungsi dan Struktur Otak
Anak dengan ADHD memiliki
perbedaan fungsi neurologis dan aliran darah di otak bagian cerebral. Kemudian ditemukan bahwa
mereka juga memiliki bagian prefrontal
cortex yang mengatur atensi, pengaturan, dan perencanaan volumenya lebih
kecil dibandingkan anak pada umumnya. Aktivasi abnormal pada bagian prefrontal cortex juga dapat terjadi
saat anak dengan ADHD berusaha untuk menahan responnya terhadap sesuatu.
Bagian prefrontal cortex terus berkembang
sampai seorang anak mencapai usia remaja, maka dari itu jika anak dengan ADHD
tidak mendapatkan penanganan tentang bagaimana mereka harus mengatur atensi dan
perilakunya maka mereka akan berkembang menjadi tidak dewasa atau tidak dapat
mengontrol dirinya. Hal ini menjelaskan mengapa gejala ADHD dapat berkurang
seiring perkembangan anak (Hoeksema, 2011).
b. Kehamilan dan Komplikasi Kelahiran
Anak dengan ADHD kadang kala
memiliki sejarah komplikasi saat prenatal dan kelahirannya. ADHD berhubungan
dengan ringannya berat badan saat lahir, kelahiran prematur, kesulitan
kelahiran karena kekurangan oksigen, komplikasi saat kelahiran, kekurangan
nutrisi, trauma neurologis awal, dan penyakit pada bayi. Menurut Hoeksema
(2011) pengaruh penggunaan nikotin atau barbiturates
saat ibu mengandung dapat memperbesar kemungkinan anaknya akan mengalami ADHD.
Ibu yang mengonsumsi alkohol pada masa kehamilan akan berpengaruh pada level
aktivitas, penurunan atensi, dan kesulitan dalam melakukan organisasi dalam
tugas yang akan terjadi pada anak yang dikandungnya (Nelson & Israel,
1997).
c. Genetik
Menurut Hoeksema (2011) ADHD
merupakan gangguan yang dapat menurun dalam keluarga. Anak dengan saudara
kandung penderita ADHD memiliki kemungkinan tiga sampai empat kali lebih besar
untuk mengalami ADHD dibandingkan anak yang tidak memiliki saudara kandung ADHD.
Selain itu, Wilmshurt (2005) menyebutkan sekitar 50 persen anak dengan ADHD
memiliki orangtua yang juga mengalami ADHD.
d. Pengaruh Lingkungan
Ditemukan bahwa tingkat keracunan timbal yang tinggi
memiliki hubungan dengan penurunan pada fungsi biologis, kognitif, dan perilaku
(Nelson & Israel, 1997).
e. Diet dan Alergi
Pandangan populer pada tahun
sekitar 1970-1980 mengatakan bahwa makanan dengan zat adiktif mengakibatkan hyperactivity dan kelalaian pada anak.
Hal tersebut mendorong orangtua untuk menghindari makanan yang mengandung
pengawet, perasa buatan, dan gula. Namun demikian penelitian tersebut masih
diragukan kebenarannya. Pembatasan diet dapat membantu sebagian kecil anak
dengan ADHD, terutama untuk anak yang sangat kecil dan memiliki alergi spesifik
tertentu (Mash & Wolfe, 2010).
f. Faktor Psikologis
Sebagian besar anak dengan ADHD
berasal dari keluarga yang bercerai. Ayah mereka seringkali menunjukkan
perilaku antisosial dan kriminal, sedangkan interaksi dengan ibunya seringkali
berisikan konflik (Hoeksema, 2011). Studi yang dilakukan terhadap anak-anak
usia sekolah yang memiliki simtom hyperactivity
menunjukan bahwa perilaku ibu mereka tidak penyabar, keras, dan kurang
konsisten dalam mengasuh mereka.
Perilaku dan dinamika
keluarga, pola asuh, serta lingkungan rumah sangat berpengaruh terhadap
memburuknya kondisi anak ADHD. Selain itu, guru juga berperan dalam hal
tersebut. Pengaturan kelas dan aktivitas yang diberikan juga berpengaruh
terhadap perkembangan perilaku anak (Nelson & Israel, 1997). Perilaku yang
ditampilkan dari guru dan orangtua seringkali menjadi contoh bagi sang anak.
Melalui modeling dan imitasi anak
dapat meniru perilaku orang lain. Terdapat kemungkinan bahwa perilaku agresif
yang dilakukan anak merupakan hasil modeling
atau imitasi yang berasal dari orangtua maupun gurunya (Kauffman & Landrum,
2009).
Kesimpulannya, ADHD disebabkan oleh
faktor-faktor yaitu adanya perbedaan fungsi neurologis dan aliran darah di otak,
kehamilan dan komplikasi kelahiran, pengaruh lingkungan (keracunan timbal),
alergi makanan dengan zat adiktif, serta faktor psikologis yang berasal dari
keluarga yang penuh konflik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar